KOMPAS.TV - Tepat 75 tahun lalu teks proklamasi dibacakan oleh presiden Soekarno. Hingga detik ini, Indonesia masih bercita-cita merdeka secara ekonomi.
Apa daya pademi menerjang, berikut lika liku ekonomi 75 tahun terakhir, dari masa jaya sampai masa Pandemi. Pasang surut, booming redup, ambisi sampai pandemi. 75 tahun perjalanan Indonesia menuju merdeka secara ekonomi, berlika liku.
Tiap pemimpin rezim punya jalan dan takdir masing-masing. Denyut ekonomi sebagai negara bebas dari penjajahan dimulai pada era soekarno, presiden pertama Indonesia. Rezim ini dikenal dengan sebutan orde lama.
Anti kolonialisme adalah karakter keterbukaan ekonomi Indonesia kala itu. Meski membuka kerjasama internasional, investasi asing tak dibuka bebas. Inilah saat Indonesia punya niat berdikari.
Apalacur, idealisme Soekarno terbentur gejolak. Di tahun 1960an, inflasi meroket sampai 635 persen. Inilah titik nadir Soekarno sebagai pemimpin.
Rezim berganti, nama Soeharto mencuat dan mencuri hati rakyat Indonesia.
Periode orde baru, membuat ekonomi Indonesia lebih "bersahabat" dengan mitra asing. Investasi tersusun rapih dalam rencana pembangunan lima tahun, alias repelita.
Tetapi rupanya fundamental tak kokoh, ekonomi orde baru dianggap rapuh, ditambah dengan bensin politik yang berkobar.
Soeharto lengser, meninggalkan jejak deflasi 77,6 persen, ekonomi minus 13,7 persen.
Bisa dibilang, ujian pelik bagi ekonomi Indonesia belum lewat. Pandemi corona, memporak-porandakan agenda tahun 2020, bahkan sampai tahun depan.
Situasi buruk, yang dihadapi rezim Joko Widodo. Ekonomi kuartal satu sudah turun ke 2,97 persen, di kuartal dua, anjlok sampai 5,32 persen.
Tak melulu buruk, Indonesia juga punya sederet prestasi ekonomi. Oleh sebab itu, banyak yang yakin pemulihan ekonomi Indonesia akibat krisis pandemi akan lebih cepat dari negara lain.