KOMPAS.TV - Tahun ini, musim produksi garam rakyat dimulai sejak Juli dan diprediksi berakhir pada Desember. Musim produksi mundur dari biasanya yang dimulai pada Juni.
Tidak sama dengan komoditas lain yang jika tingkat kesulitannya naik, maka harganya juga akan naik. Derajat garam masih saja di bawah. Meski tingkat produksi berlipat sulit ditambah faktor cuaca, harga garam lokal tetap saja hancur hingga stok menumpuk.
Beratnya mengangkat derajat garam lokal. Hari ini kami angkat isu garam.
Kita tengok data Kementerian Kelautan dan Perikanan alias KKP. Realisasi produksi garam nasional pada 2019 adalah 2 koma 9 juta ton. Ini meliputi garam rakyat 2,5 juta ton dan PT Garam sekitar 400 ribu ton.
Tahun ini, produksi garam lokal diproyeksikan turun menjadi 2,3 juta sampai 2,5 juta ton. Meliputi 1,8 juta ton garam rakyat dan PT Garam 500 ribu ton.
Tetapi mempertimbangkan kondisi cuaca, target produksi kembali direvisi. Dari 2,9 juta ton menjadi 1,5 juta ton. Tidak hanya cuaca, pandemi covid juga turut memengaruhi revisi turun target ini.
Produksi 1,5 juta ton juga berarti hanya 51,72% dari tahun lalu. Faktor cuaca yang memengaruhi kegiatan produksi, bisa melambungkan harga keduanya.
Tetapi tidak dengan garam. Jika ongkos produksinya 450 sampai 550 rupiah per kilogram, harga jual garam hanya Rp 250 sampai 350 per kilogram.
Beratnya mengangkat derajat garam. Mengapa harga garam lokal sulit naik, bahkan di bawah ongkos produksi?
Simak dialog selengkapnya bersama Achmad Didi Ardianto, Direktur Utama PT Garam.