KOMPAS.TV - Indonesia Corruption Watch, ICW, mengkhawatirkan naiknya penggunaan jasa influencer oleh pemerintah, seolah terbiasa mengambil jalan pintas.
Menurut ICW, memanfaatkan influencer, dapat memengaruhi opini publik, atas kebijakan-kebijakan tertentu.
Lembaga pemantau korupsi, ICW, menyebut, pemerintah telah menghabiskan 90,45 miliar rupiah untuk aktivitas digital yang melibatkan influencer atau pemengaruh.
ICW mencatat, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mendapat anggaran belanja terbesar untuk penggunaan jasa influencer, mencapai 77,66 miliar rupiah.
Disusul kementerian komunikasi dan informatika dengan 10,83 miliar rupiah.
Lalu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 1,6 miliar rupiah.
Kementerian perhubungan 195,8 juta rupiah, dan Kementerian Pemuda dan Olahraga dengan anggaran 150 juta rupiah.
Peneliti ICW, Egi Primyogha khawatir, peningkatan penggunaan jasa inluencer akan membuat pemerintah terbiasa mengambil jalan pintas, untuk memengaruhi opini publik terkat kebijakan yang kontroversial.
Sementara Ketua YLBHI, Asfinawati mengatakan, pengerahan influencer dapat pengaruhi publik apabila informasi yang dipublikasikan bayaran, bukan pendapat pribadi.
Tenaga ahli utama, Kantor Staf Presiden, Donny Gahral Ardian membantah temuan ICW itu.
Menurutnya, pemerintah telah memiliki kanal-kanal resmi untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat.
"pemerintah memiliki saluran resmi, seperti Kominfo, kemudian juga ada juru bicara-juru bicara dari istana, di KSP. Itu saluran resmi pemerintah untuk menyampaikan kebijakan atau regulasi," kata donny gahral, seperti kami kutip dari kompas.com.
Menteri Kominfo, Johnny G. Plate mengaku tak mengetahui temuan ICW itu.
Namun menurut Plate, kementeriannya memiliki program pelatihan agar peserta memiliki kemampuan influencer yang baik.